A. Pengertian Etika dan Ilmiah
Etika secara etimologi berasal dari kata Yunani,
yakni ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Secara terminologi, etika
adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia
dalam hubungannya dengan baik buruk. Sedangkan pengertian lainnya lagi, etika
adalah ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan manusia sejauh yang
dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Dalam bahasa Indonesia kedua-duanya diterjemahkan dengan kesusilaan. Etika
disebut pula akhlak atau disebut pula moral. Yang dapat dinilai baik buruk
adalah sikap manusia, yaitu yang menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan,
kata-kata, dan sebaginya. Adapun motif, watak, dan suara hati sulit untuk
dinilai. Tingkah laku yang dikerjakan dengan tidak sadar tidak dapat dinilai
baik buruknya. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Sedangkan yang dimaksud ilmiah yaitu bersifat
ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Dalam
kamus ilmiah popular, ilmiah berarti keilmuan; ilmu pengetahuan; sains.
B. Etika Ilmiah
Menurut Magnis Suseno, etika khusus dibagi
menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial, yang keduanya berkaitan
dengan tingkah laku manusia sebagai masyarakat. Etika individual membahas
kewajiban manusia terhadap diri sendiri dalam kaitannya dengan kedudukan
manusia sebagai warga masyarakat. Etika social membicarakan tentang kewajiban
manusia sebagai anggota masyarakat atau umat manusia. Dalam masalah ini etika
individual tidak dapat dipisahkan dengan etika social, karena kewajiban
terhadap diri sendiri dan sebagai anggota masyarakat atau umat manusia saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Etika sosial berfungsi membuat manusia menjadi
sadar tentang tanggung jawabnya sebagai manusia dalam kehidupannya sebagai
anggota masyarakat, menurut semua dimensinya. Demikian juga etika profesi —yang
merupakan etika khusus dalam etika social—mempunyai tugas dan tanggung jawab
kepada ilmu dan profesi yang disandangnya. Dalam hal ini, para ilmuwan harus berorientasi
pada rasa sadar akan tanggung jawab profesi dan tanggung jawab sebagai ilmuan
yang melatar belakangi corak pemikiran ilmiah dan sikap ilmiahnya.
Sikap ilmiah harus dimiliki oleh setiap ilmuwan.
Hal ini disebabkan oleh karena sikap ilmiah adalah suatu sikap yang diarahklan
untuk mencapai suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat objektif. Sikap ilmiah
bagi seorang ilmuwan bukanlah membahas tentang tujuan dari ilmu, melainkan
bagaimana cara untuk mencapai suatu ilmu yang bebas dari prasangka pribadi dan
dapat dipertanggung jawabkan secara sosial untuk melestarikan dan
menyeimbangkan alam semesta ini, serta dapat dipertangung jawabkan kepada
Tuhan, artinya selaras dengan kehendak manusia dan kehendak Tuhan.
Adapun sikap ilmiah yang perlu dimiliki oleh para
ilmuwan sedikitnya ada enam, yaitu:
1. Tidak ada rasa pamrih (disinterstedness), merupakan sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif dan menghilangkan pamrih.
2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu mengadakan pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi.
3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat indera serta budi (mind).
4. Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.
5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset. Dan riset atau penelitian merupakan aktifitas yang menonjol dalam hidupnya.
6. Memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu bagi kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia.
Norma-norma umum bagi etika keilmuan sebagaimana yang telah dipaparkan secara normatif berlaku bagi semua ilmuwan. Hal ini karena pada dasarnya seorang ilmuwan tidak boleh terpengaruh oleh sistem budaya, sistem politik, sistem tradisi, atau apa saja yang hendak menyimpangkan tujuan ilmu. Tujuan ilmu yang dimaksud adalah objektivitas yang berlaku secara universal dan komunal.
SUMBER
: